Tag Archives: seminari
SEMINARI : WADAH PENDIDIKAN CALON IMAM
Seminari merupakan sebuah lembaga khusus dan istimewa karena seminari adalah wadah pendidikan dan pembinaan orang-orang terpanggil untuk menjadi imam. Lembaga khusus yang memberikan pendidikan dan pembinaan para calon imam ini sangat berbeda dengan lembaga pendidikan setingkat lainnya. Lembaga pendidikan swasta yang mendidik dan membina calon-calon agen pastoral untuk bekerja di ladang Tuhan.
Seseorang yang mau menjadi imam, pada prinsipnya perlu menjalani proses pendidikan dan pembinaan di seminari menengah. Seminari menengah menjadi tempat pertama untuk menyemaikan benih-benih panggilan orang-orang terpanggil sebelum ke seminari tinggi hingga ditahbiskan menjadi imam. Untuk saat ini, seminari menengah bukanlah jalan satu-satunya mencapai imamat. Lembaga-lembaga setingkat lainnya pun bisa mendidik dan membina seseorang menjadi imam. Fakta menunjukkan bahwa banyak imam yang tertahbis tidak menjalankan pendidikannya lewat seminari menengah. Continue reading
APA ITU SEMINARI
Oleh Romo Terry Ponomban
1. Apakah Seminari itu? Kata seminari berasal dari kata Latin `semen’ yang berarti `benih atau bibit’. Seminari berasal dari kata Latin `seminarium’ yang berarti `tempat pembibitan, tempat pesemaian benih-benih’. Maka, seminari lalu berarti: sebuah tempat [tepatnya sebuah sekolah yang bergabung dengan asrama: tempat belajar dan tempat tinggal] di mana benih-benih panggilan imam yang terdapat dalam diri anak-anak muda, disemaikan, secara khusus, untuk jangka waktu tertentu, dengan tatacara hidup dan pelajaran yang khas, dengan dukungan bantuan para staf pengajar dan pembina, yang biasanya terdiri dari para imam / biarawan. Adapun kata `seminaris’ menunjuk pada para siswa yang belajar di seminari tersebut. Dari lintas sejarah gereja, kita mengenal seminari yang klasik, yakni serentak sebagai sebuah sekolah di mana para seminarisnya belajar di dalam kompleks seminari, entah sebagai sebuah SMP atau SMU, dan sekaligus sebagai asrama di mana mereka tinggal dan hidup dari hari ke hari. Namun, seiring perkembangan waktu, demi alasan praktis dan demi juga kehidupan masa remaja yang alamiah, maka ada seminari modern di mana para seminaris mengikuti pendidikan SMP atau SMUnya di sekolah lain di luar kompleks seminari, namun mereka tinggal di dalam seminari sebagai asrama dan mengikuti pelajaran pelajaran dan pembinaan khusus yang dibutuhkan oleh setiap calon imam. |
THS DI SEMINARI YOMAVI
Bulan Agustus 2011 merupakan bulan di mana organisasi pencak silat Tunggal Hati Seminari (THS) diadakan, tepatnya pada tanggal 28 Agustus 2011. Pada saat itu, didatangkan beberapa anggota THS untuk memperkenalkan dan melatih para seminaris tentang pencak silat yang satu ini. Untuk sejarah singkat THS bisa dilihat di sini.
Para seminaris kemudian dilatih selama lebih kurang 1 minggu. Selama latihan, mereka diajarkan untuk dapat memimpin teman2 yang lain karena para pelatih tidak bisa setiap saat ada di tempat (para pelatih berasal dari Makasar dan Samarinda). Setelah dirasa cukup, para seminaris (yang masih disebut calon anggota THS) ditinggalkan untuk kemudian berlatih sendiri. Setelah masa itu, ada beberapa kali para pelatih menyempatkan diri untuk datang dan melihat perkembangan dari latihan para seminaris. Continue reading
SEJARAH SINGKAT TUNGGAL HATI SEMINARI
Pada tahun 1983, Seminari Menengah Mertoyudan , Magelang, Jawa Tengah, mengundang seorang frater untuk mengajar. Hal tersebut biasa saja, yang agak aneh adalah frater tersebut diminta untuk mengajar pencak silat. Tentu saja seminari sudah memikirkan “Mengapa Pencak Silat ?”. Ternyata dalam “penggodogan” pendidikan calon imam di seminari ditanamkan pula rasa cinta akan tanah air, rasa hormat serta tanggung jawab akan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia tercinta, dan sekaligus mengakar pada iman akan wafat dan kebangkitan-Nya.
Latihan bela diri pencak silat dimulai. Para seminaris yang ikut latihan pertama kali berjumlah 73 orang. Tetapi konyolnya, frater tersebut hanya bisa mengajar bela diri sekali sebulan saja. Secara teoritis tidak mungkin mengajarkan bela diri hanya 2 jam saja dalam 1 bulan. Dilain pihak, sebagai calon imam yang dididik untuk memecahkan persoalan, maka latihan bela diri itupun tetap berjalan walaupun terseok-seok. Apa akibatnya ? Banyak seminaris yang mengundurkan diri, tidak mau lagi mengikuti latihan pencak silat ini.
Memasuki tahun 1984, seminaris yang tetap bertahan mengikuti latihan pencak silat ini tinggal 11 orang. Mulailah diadakan peningkatan latihan beladiri yang lebih berat lagi. Dilaksanakan di Kaliurang, lereng Gunung Merapi, Jawa Tengah, didampingi oleh seorang dokter dan seorang psikolog. Akhirnya latihan tersebut mencapai tahap akhir, berlangsung di pantai Parangtritis, Yogyakarta. Disinilah tercipta jurus-jurus otentik Seminari yang dibuat oleh para seminaris dan frater yang masih muda usia, miskin pengalaman, namun memiliki kebulatan tekad mau berbakti bagi seminari, mau berkorban demi iman dan cinta nan suci pada Ibu Pertiwi. Dari sini muncullah gagasan bersama “Ide menguak masa depan”. Beladiri sebagai sarana kerasulan.
Continue reading